Minggu, 30 Januari 2022

REVIEW NOVEL TARIAN BUMI

“Perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa mengeluarkan keluhan. Mereka labih memilih berpeluh. Hanya dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa mereka masih hidup, dan harus tetap hidup. Keringat mereka adalah api. Dari keringat itulah asap dapur bisa tetap terjaga. Mereka tidak hanya menyusui anak yang lahir dari tubuh mereka. Merekapun menyusui laki-laki. Menyusui hidup itu sendiri.”

(hal.25)

 

Novel Tarian Bumi


IDENTITAS BUKU

Judul Buku        : Tarian Bumi

Penulis              : Oka Rusmini

Tebal                : 175 hlm

Penerbit            : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun               : Cetakan keempat Agustus 2021

ISBN                : 978-602-06-5565-9 (PDF)

Baca melalui aplikasi Gramedia Digital

 

SINOPSIS NOVEL

Telaga punya kisah hidup yang tak mudah. Menuruti apa kata ibunya, neneknya, & pandangan masyarakat untuk menjadi perempuan Brahmana punya nilai tukar yang besar. Telaga tidak habis pikir, menjadi dewasa malah membingungkan. Kalau begitu adanya, ia lebih senang tetap menjadi anak-anak saja. Bisa bebas bermain tanpa ada embel-embel yang memberatkan dirinya.

 

Ada bermacam-macam cerita perempuan Bali yang ditampilkan dalam novel ini. Mulai dari Luh Sekar (Jero Kenanga), Luh Kenten (sahabatnya), Ida Ayu Sagra Pidada (nenek Telaga), Ida Ayu Telaga Pidada, Luh Kambren, Luh Sadri (adik Wayan), Luh Dalem (nenek Telaga dari pihak ibu), Luh Gumbreg (ibu Wayan), Luh Dampar, dan lainnya. Masing-masing bukan sekedar nama saja. Mereka memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Sementara lelaki Bali hanya ditampilkan sesekali, dan seringkali dibahas dari pandangan perempuan tokoh-tokoh dalam novel ini.

 

CELOTEH TENTANG NOVEL

Tarian Bumi merekam kisah hidup para perempuan Bali. Dari mereka yang lahir & besar sebagai Brahmana, lahir sebagai Sudra & besar menjadi Brahmana, hingga seorang Brahmana yang berakhir sebagai Sudra. Semuanya punya kompleksitasnya sendiri.

 

Membaca Tarian Bumi membawaku pada khazanah yang baru. Jika selama ini Bali terlihat sebatas destinasi pelesir baik turis lokal maupun internasional, kisah Telaga mengantarkanku pada peliknya hidup sebagai perempuan Bali. Bahwa Bali juga punya budaya & adat yang masih memandang perempuan sebagai warga kelas dua. Saya banyak menemukan  pembelajaran tentang  adat Bali.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar