Minggu, 23 Juli 2017

MENIKMATI KUALITAS WAKTU

Pernah ga ada dalam posisi pengen nonton TV harus mematikan sebagian lampu, memastikan tidak ada peralatan elektronik yang daya listriknya tinggi terpasang. Hal itu yang saya alami selama liburan lebaran di rumah mertua tepatnya di Kabupaten Sumedang Kecamatan Pamulihan Desa Cimarias Dusun Neglasari. 
Doc Pribadi


Konon dari cerita suami di wilayahnya baru merasakan listrik pada tahun 1995 dengan masing-masing rumah diberi jatah daya 450 watt. Itupun yang untuk keluarga suami saya listriknya dibagi untuk dua rumah yaitu rumah kakaknya. Baru mulai tahun 2000an sebagian besar warganya menaikkan daya listriknya, ya kalau rumah orang tua suami tetap dengan daya listrik segitu lah.

Kembali ke topik awal, sebelum menikah sempat beberapa kali belum merasakan arti keterbatasan terhadap listrik karena sekedar main saja dan awal nikah ketika munduh mantu terlalu larut dengan kesibukan secara masih menikmati keakraban dengan keluarga besar suami dan beberes tetek bengeknya.

Ketika liburan lebaran kemarin mulai terasa,selama hidup di cimahi atau rumah orang tua di bogor waktu berasa sangat cepat tau-tau malam, tau-tau udah pagi kalau di sumedang waktu berasa sangat panjang terutama malam hari. Udara dingin kalau tiba-tiba pengen jajan jangan harap ada indomaret, alfamart dkk warung aja udah tutup dr magrib. Mau pergi kemana-mana juga jauh dan rawan lah (kiri dan kanan masih kebon). Mau nyalain laptop harus tanpa di cash, kalau sambil di cash ya ngejepret (entahlah istilah Indonesianya apa hahahaha), karena pada saat itu kita berdua lagi kerajingan sama sinetron Dunia Terbalik RCTI dan sang suami berpikir bagaimana caranya untuk menonton TV. Strategi yang digunakan yaitu :
1. Nonton di atas jam 9 malam (karena dirumah kakaknya biasa sudah tidur)
2. Mematikan sebagian lampu (bahkan yang nyala cuma lampu depan, lampu ruang nonton sama kamar mandi aja)
3. Selalu sedia senter di deket saat nonton (kalo tiba2 ngejepret kan nyesek cyn cari penerangan)

Seminggu liburan di Sumedang bikin saya benar2 menghargai penggunaan listrik yang benar2 terbatas dan manfaatnya menjadikan kita benar-benar merasakan kualitas kumpul dengan keluarga hingga tidak heran keakraban keluarga suami memang luar biasa.Dapat banyak melaksanakan kegiatan positif dan produktif. Novel-novel yang ga pernah dibaca dan tak tamat2 pun selama liburan jadi tamat, bahkan menulis blog pun bisa banget dkerjain disana kalau di Cimahi ah sudahlah inipun luar biasa bisa menulis wkwkwkwkwk

Doc. Pribadi


Duh ku ingin liburan kembali ya begitulah manusia dikasih libur mau kerja udah mulai kerja mau libur




Sabtu, 01 Juli 2017

IF YOU SAY QUIT



Dalam sebuah interaksi sosial atau kehidupan organisasi tentu tidak segalanya berjalan dengan mulus adakalanya suatu keadaan membuat kita tidak nyaman, tidak sesuai dengan prinsip/visi kita atau hal lainnya yang membuat kita tanpa sadar terucap untuk keluar dari lingkaran tersebut, entah dalam bentuk kalimat dan didukung nada tinggi terucap untuk keluar.

"UDAH AKU MAU KELUAR AJA"

Kejadian lain dalam sebuah percakapan di grup sosial media misalnya whatsapp atau line, ada masa ketika kita tidak nyaman atau pengen caper (cari perhatian) atau hal lainnya tiba-tiba keluar grup ya mending kalau sebelum keluar grup permisi dulu menyampaikan maksud kenapa keluar misal grup kepenuhan, hape eror, atau sebab krusial lainnya eh ini tiba2 left dan membuat pertanyaan banyak pihak sehingga banyak keambiguan yang mengganggu interaksi pihak lainnya

Terselip perasaan berharap ketika kita mengucapkan kalimat tersebut yang mendengarkan dan melihat membuat kita dibujuk dan dirayu untuk kembali agar tidak keluar itu harapan indahnya

Faktanya ketika kita keluar tidak semua respek bahkan kecenderungan apatis dan masa bodo

Semua permasalahan pasti ada solusi jalan keluar dan tidak semua selesai dengan kita keluar dari lingkaran permasalah
Kalau pada saat kita keluar atau berucap untuk keluar tiba-tiba ada yang berkata "ya udah kalau mau keluar silahkan" gondok ga tuhhh

Hal tersebut pernah saya alami ketika masa sekolah pada saat rapat untuk persiapan mos (kalau sekarang mpls duhhh keliatan tuirnya) lagi panas-panasnya rapat karena ingin diperhatikan dan didengar pendapatnya terucaplah kalimat "ah kesel mau keluar aja" mungkin karena si pemimpin rapat juga kesel banget ke saya yang tukang protes dengan lempengnya dia bilang "silahkan mi kalau mau keluar pintu udah kebuka" ya karena sudah halus diusir keluarlah eke dan end aja urusan.

Pun ketika kita sebagai senior atau orang tua bila berkata kepada yang lebih muda agar jauh lebih didengarkan maka berkata "keluar" belum tentu mendapat respek atau perhatian dari yunior atau anak kita. Karena anak zaman sekarang (tua banget ini kalimat) ketika kita marah dan mengancam justru malah menantang bukan jadi takut, terjadi saat saya mengajar tanpa sengaja mendengar percakapan anak murid yang kurang lebihnya berkata "guru itu (skip nama) ngancem kita kalau nakal terus mau keluar kelas dan ga mau ngajar kita lagi ya udah mending keluar aja tu guru nanti juga pasti ada guru baru lagi." Jadi bisa diambil kesimpulan tak selamanya metode berkata keluar efektif mendapat respek yang menjadikan orang berubah demi kita yang ada malah jadi bahan olok-olok dan ledekan.

Tiada cara terbaik dalam menyelesaikan masalah ketidaknyamanan kita yang baik adalah coba untuk tak ikut dalam arus permasalahan dan tenangkan emosi lalu setelah tenang selesaikanlah. Sebaik-baiknya masalah adalah diselesaikan bukan hanya sekedar dicari solusi.
Sumber : http://rdseciora.blogspot.co.id