Judul Buku : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis : Tere Liye
Cetakan kedua puluh : April 2018
Penerbit : PT Gramedia
Pustaka Utama
521 hlm ; 20 cm
ISBN DIGITAL :
9786020355771
Baca melalui aplikasi
Gramdia Digital
Disini adakah yang sudah baca karya dari Tere Liye? Atau seliweran
lihat-lihat karya beliau?
Bila sudah membaca novel beliau, bisa jadi semua mengetahui
beraneka ragam genre yang beliau tulis dan gaya penulisan beliau, novel yang
akan saya sampaikan yang bisa disebut salah satu genre romance.Bila diurutkan,
ini adalah novel keenam belas dari 42 karya yang sudah diterbitkan (belum dihitung
serial anak mamak dan sang penindai yang berganti judul buku). *bila salah
hitung mohon dikoreksi bersama ya, mungkin diriku siwerrr. Sebelum terlalu
panjang prolognya akan saya sampaikan Blurbnya terlebih dahulu ya.
BLURB
Ada tujuh miliar penduduk
bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka
setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali
dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan
nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana,
berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.
Apakah Kau, Aku, dan
Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain?
Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis
untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari
orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah,
setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa
spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.
Kalau baca dari Blurbnya sudah ditebak ya kental sekali
dengan kisah cinta, sudah baca novel ini? Sekedar
intermezzo, cover dari novel ini sudah ada pergantian cover tapi isi tetap
sama. Ini runtutan pergantian cover dari novelnya.
Kisah tentang borno, bujang dengan hati lurus sepanjang tepian Kapuas.Anak yang paling dibanggakan, bukan karena bapaknya meninggal karena mendonorkan jantungnya tapi karena mewarisi semua kebaikan itu. Setelah pencarian mencari kerja akhirnya berlabuh pada pekerjaan sebagai pengemudi sepit yang merupakan pekerjaan turun temurun dari kakek, ayah yang sebenernya ayahnya mewasiatkan untuk tidak menjadi pengemudi sepit.
Kebiasaan para penumpang
membayar ongkos sepit dengan menyimpan yang di dasar sepit. Sampai akhirnya ia
menemukan amplop merah yang ia kira terjatuh milik penumpang. Dari sinilah
cerita cinta borno dimulai dengan sang gadis sendu menawan mei. Borno ketemu cewek
yang dia sebut "sendu menawan" berwal dari naik sepit nomor antrian
13 hingga ia berani menanyakan namanya. nama cewek tersebut "Mei" ,kisah
cinta Borno dan Mei pun dimulai. Awal Mei menaiki sepit Borno ia hanya
meninggalkan angpau merah. semenjak itu Mei sering naik sepit sampai Borno
ingin mengajari Mei mengemudikan sepit, namun tugas mengajar mei di pontianak
telah berakhir sehingga ia kembali ke Surabaya. Borno pun mendapatkan
kesempatan pergi ke Surabaya bersama Pak tua untuk pengobatan Pak tua. tak
disangka mereka bertemu di rumah sakit. Namun ketika Borno mengantarkan mei
pulang ketika di Surabaya, ayah mei menampakan sikap tidak suka terhadap Borno.
Borno pun semakin Bimbang sampai di Pontianak. Lalu bagaimana akhir dari kisah
cinta mereka dengan dibayangi masa lalu yang menimbulkan perasaaan bersalah
seumur hidup?
Cerita dengan latar
belakang kota pontianak dan Surabaya seolah kita berada disana karena
diceritakan secara detail sudut kotanya. Berbagai macam ras terwakili oleh
tokoh-tokoh dalam cerita. Bukan hanya Mei yang keturunan Chinese dan Borno yang
asli Pontianak, tetapi nilai-nilai kekerabatannya seolah sengaja dijalin dengan
rapi sehingga tak ada istilah tetangga atau saudara jauh semuanya adalah satu
rumpun. Satu keluarga. Masing-masing tak merasa sebagai salah satu keturunan
tertentu semisal tokoh pak Tua yang menceritakan, “siapa di sini yang berani
bilang Koh Acong bukan penduduk asli pontianak?” (hal 195)
Kisah yang dibayangi
akan beban masa lalu yang menjadi misteri sehingga novel dengan halaman 500an
tak terasa bagaikan membaca novel tipis. Penyajian sampul pertama dengan lukisan gadis berwajah
oriental dan berpayung dengan latar belakang perahu-perahu kayu senja (malam
hari?) sangat cukup mendukung isi cerita di dalamnya. Pemilihan warna latar
yang sendu, menegaskan bahwa novel ini
tak sekedar bagus untuk dilirik, bergantinya cover mungkin ada beberapa hal
yang menjadi pertimbangan penulis agar menyesuaikan dengan isi karyanya.
Suka cover yang mana? Kalau saya pribadi masih suka dengan cover
pertamanya.
Nah, bagus nih mbak, ceritanya ringan, novel model begini nih yang aku suka, jadi terbebani sama tokoh-tokoh yang kadang "mbulet" dan latarnya juga bikin cerita hidup :D
BalasHapusSalam kenal mbak :D
Bener sekali kakak
HapusCukup hidup saja yang berat tak perlu ditambahkan dengan buku yang berat 🤣
Salam kenal kakak 🙏 Terima kasih sudah mampir ke tulisanku ya ❤️