Pengertian Penyakit Gangguan Jiwa
Kita mudah sekali mengklaim seseorang menderita gangguan jiwa. Padahal, definisi gangguan jiwa cukup rumit. Dalam klasifikasi yang dipakai di Indonesia, Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa, terdapat lebih dari seratus penyakit akibat gangguan jiwa.
Penggolongan ini penting karena tiap jenis gangguan mempunyai cara pengobatan tersendiri. Contoh gangguan jiwa adalah gangguan jiwa seriusseperti skizofrenia dan maniak depresif serta ansietas (kecemasan) dan depresi. Sebenarnya dalam tiap jenis gangguan terdapat variasi yang luas, dari yang ringan hingga yang berat, sehingga penyebutan untuk semua jenis gangguan jiwa dapat membuat salah pengertian dan menyesatkan.
Gangguan jiwa dapat memengaruhi fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas penderita, kehidupan sosial, ritme pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apa pun harus segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin merugikan penderita, keluarga, dan masyarakat.
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, bukan hanya mereka yang mapan. Prevalensi gangguan jiwa di negara sedang berkembang dan negara maju relatif sama.
Munculnya beragam pandangan keliru atau stereotip di masyarakat. Penderita gangguan jiwa sering digambarkan sebagai individu yang bodoh, aneh, berbahaya, dan terbelakang. Hal ini tentu akan melahirkan sikap keliru. Padahal, sebagai orang sakit, tentu penderita mengharapkan perhatian, kasih sayang, dan lainnya. Sayangnya, karena pandangan yang salah ini masyarakat akhirnya lebih mengolok-olok penderita, menjauhinya, bahkan sampai memasung karena menganggapnya berbahaya. Meski upaya ini tidaklah mudah, kepedulian tetap harus digalang. Sebab, mereka juga manusia yang memiliki hati dan perasaan.
Faktor-Faktor Gangguan Jiwa
Sampai saat ini belum diketahui penyebab (etiologi) yang pasti yang menyebabkan seseorang Menderita skizofrenia, Beberapa factor yang diduga menjadi penyebab sikozofrenia antara lain
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Genetik
Dari sebuah penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut :
(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%;
anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%.
Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, karena kekurangan gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor.
Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara abnormal gen dengan :
(a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan otak janin;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
(c) Komplikasi kandungan; dan
(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa orang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya.
Penyebab Umum Gangguan jiwa
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di fisik (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun di psikis (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan fisik ataupun jiwa. Umpamanya seorang dengan depresi, karena kurang makan dan tidur daya tahan fisiknya mengalami penurunan sehingga mengalami penyakit fisik.
Sebaliknya seorang dengan penyakit fisik misalkan kanker yang melemahkan, maka secara psikologisnya juga akan menurun sehingga kemungkinan mengalami depresi. Penyakit pada otak sering mengakibatkan gangguan jiwa. Contoh lain adalah seorang anak yang mengalami gangguan otak (karena kelahiran, peradangan dan sebagainya) kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi. Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
- Neuroanatomi
- Neurofisiologi
- neurokimia
- tingkat kematangan dan perkembangan organik
- faktor-faktor pre dan peri - natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
- Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
- Peranan ayah
- Persaingan antara saudara kandung
- inteligensi
- hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
- kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
- Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang tidak menentu
- Keterampilan, bakat dan kreativitas
- Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
- Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
- Kestabilan keluarga
- Pola mengasuh anak
- Tingkat ekonomi
- Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
- Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
- Pengaruh rasial dan keagamaan
- Nilai-nilai
Klasifikasi Gangguan Kejiwaan
Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) menyusun klasifikasi gangguan kejiwaan sebagai berikut:
· Gangguan psikomatik (contoh: halusinasi)
· Gangguan cemas (contoh: panik, fobia)
· Gangguan mood (contoh: depresi)
· Gangguan amnestic (contoh: amnesia)
· Gangguan dissosiatif (contoh: kepribadian ganda)
· Gangguan somatisasi
· Gangguan tidur (contoh: insomnia, mimpi buruk)
· Gangguan makan (contoh: obesitas, anorexia, bulimia)
· Gangguan seksual
· Gangguan impuls (contoh: kleptomania)
· Gangguan kepribadian
· Gangguan ketergantungan zat (contoh: ketagihan alkohol, ketagihan obat-obatan)
· Gangguan factitious
· Gangguan penyesuaian diri
Dengan meningkatkan kecerdasan emosi, diharapkan manusia mampu mencegah, menghindari atau meminimalkan dari jenis-jenis gangguan kejiwaan tersebut sehingga mampu menjalani kehidupan dengan baik dan mampu mengambil pilihan-pilihan hidup yang bijaksana.
Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa
Meski bukan penyebab utama kematian, menurut Dr. Vijay Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara (WHOSEARO), gangguanjiwa merupakan penyebab utama disabilitas (ketidakmampuan, cacat) padakelompok usia paling produktif yakni antara 15- 44 tahun.
Apa saja yang perlu dilakukan dan cara mencegah serta mengobati gangguan jiwa?
Keluarga mana pun tak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Dimana dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan dandiskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnyahari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harusmerawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluargamaupun masyarakat. Oleh karena itu, memerlukan penanganan sedini mungkinagar gejala-gejala yang ditimbulkan tidak berkembang menjadi gangguan jiwayang kronis.
Penderita gangguan jiwa, baik skizofrenia maupun psikosis sebenarnya masihdapat ditolong. Syaratnya pengobatannya baik dan tidak terlambat. Kalau syaratitu dipenuhi 25 persen penderita skizofrenia bisa disembuhkan. Memang bukanberarti sembuh total, karena kepekaan untuk terganggu lagi pada penderitaskizofrenia lebih besar daripada orang normal. Tetapi, gangguan psikosis yangdisebabkan oleh kelainan anatomi otak sembuh total karena sebagian besarbersifat sementara.
Gejala awal orang yang menderita psikosis sangat banyak wujudnya takmenyangkut kondisi fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi, cemas, suasanaperasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpaalasan yang jelas.
Bisa juga gangguan kognitif seperti timbul pikiran aneh, merasa mengambang,sulit konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahannafsu makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, kehilangan tenaga ataudorongan kehendak antara lain gejala-gejala yang perlu diwaspadai.
Bila gejala itu sudah diidentifikasi, menurut Prof. Sasanto, salah satu titikpenting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerimakenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukanpengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macammacam.Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat danrehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakatdibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.
Psikofarmaka
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah denganmemberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsineuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapiobat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikanterapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilairealitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi inibermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkanuntuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidakmerasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Reeduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yangmaksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapirekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telahmengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit,psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (dayapikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak,dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yangterganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapikeluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.
Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasidengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidaktergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderitaselama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsiobat psikofarmaka.
Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa.Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agamaberhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupakegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembalikekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga(institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam programrehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok,menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisikberupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam,rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasisebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat sipenderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar