Judul Buku : Helen dan Sukanta
Penulis : Pidi Baiq
Penyunting naskah :Fuad J
Ilustrasi buku : Pidi Baiq
Desain buku : M Kurnia FN
Proofreader : Febti Sribagusdadi R
Setter : The Panasdalam Desain
Cetakan pertama Oktober 2019
ISBN : 978-623-92083-0-1
Penerbit : The Panasdalam Publishing
Distribusi : Mizan Media Utama
BLURB :
Di restoran Indonesia Lachende
Javaan, Haarle, Belanda, tahun 2000, Nyonya Helen bercerita kepada saya tentang
masa lalunya selama dia tinggal di Hindia Belanda, yang kini bernama Indonesia.
"Saya lahir dan tumbuh di
Ciwidey. Masa remaja saya, saya habiskan di Bandung, sampai kemudian Jepang
datang pada tahun 1942 dan mengubah semuanya."
Nyonya Helen kemudian menceritakan
juga kisah asmara yang dia jalin bersama Sukanta, seorang pribumi.
"Firasat saya benar, saya menyukai Sukanta. Itulah yang saya rasakan.
Harus ada yang mengerti bagaimana
Nyonya Helen merasakan semua kenangannya. Tidak ada yang tahu sudah berapa
banyak rindu menguasai dirinya sejak dia mengucapkan selamat tinggal kepada
Indonesia.
" Nah, sekarang, diamlah. Ini
cerita saya, dan semua benar-benar terjadi."
SINOPSIS
Lihat dari judulnya, kita sudah bisa
menebak bahwa ini tentang roman apalagi ketika membaca blurbnya. Kisah tentang
dua insan manusia berbeda bangsa dan kasta yaitu Helen dan Sukanta.
Walaupun latar ceritanya di masa Indonesia sebelum merdeka. Tenang saja, ini
bukan kisah klasik kasih tak sampai, seperti umumnya roman angkatan 1920, 1930
dll. Hanya saja ceritanya berbeda dengan gaya penulisan khas dari pidi baiq.
Helen Maria Eleonora, lahir awal tahun
1924 di Kawasan Tjiwidei (Ciwidey). Seorang keturunan Belanda, namun mencintai
Indonesia. Suatu hari, keponakan dari salah satu pegawai Papa-nya berada di
rumahnya untuk membantu pamannya. Tak disangka, setelah saling mengamati,
lama-lama Helen berteman dengan Sukanta, seorang pribumi yang biasa dipanggil
Ukan. Pertemanan yang awalnya biasa saja. Namun suatu hari saudara Papanya yang
berkunjung dan sempat tinggal di rumah Helen, tidak menyukai kehadiran Ukan.
Papanya Helen pun terpengaruh dan berusaha memisahkan Helen dengan Ukan.
Ukan berhasil disingkirkan dari kampung
dan tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Helen tentu saja sangat bersedih.
Hingga akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah ke Bandung ditemani dengan
pegawai setianya yang sejak kecil telah mengurusnya, Siti. Tidak lama setelah
Ukan menghilang dari kampungnya, ibunya Ukan meninggal. Helen sangat bersedih.
Di Bandung, dia punya teman baru. Bahkan ada beberapa teman pria Belanda yang
menyukainya, pernah dekat. Bahkan saat itu ada seseorang yang sangat menyukai
Helen datang ke rumahnya, namun dari balik semak ada seseorang yang mengawasi mereka. Ternyata
dia adalah Ukan. Sejak saat itu, Helen dan Ukan seolah tak terpisahkan. Papa
dan Mamanya Helen pun merestui hubungan Helen dan Ukan, dan juga hadir di
pernikahan anak semata wayangnya. Pernikahan yang sederhana, namun mereka
sangat bahagia.
Sayangnya, tak lama setelah mereka
menikah, sebuah peristiwa besar di mana
Jepang datang menguasai Indonesia, membuat banyak warga negara Belanda yang dipulangkan,
termasuk Helen. Saat itu, Helen sedang mengandung anak pertamanya. Akankah
Helen dan Ukan bisa bertemu kembali? Apakah Ukan pernah mencari Helen?
Bagaimana nasib kandungan Helen? Akankah Helen bisa melupakan Ukan setelah
berpisah benua? Bagaimana akhir kisah Helen dan Ukan?
PENDAPAT
SECARA UMUM
Cinta Helen dan Sukanta, terasa sangat
manis. Meski ditimpa kenyataan pahit bahwa noni Belanda 'dilarang' berhubungan
dengan pribumi. Bahkan saking manisnya, saya tidak merasa bahwa saat itu
orang-orang Belanda begitu menyebalkan, karena menganggap rendah bangsa kita.
Menjadikan orang pribumi babu di rumahnya sendiri.
Helen menjadikan saya menyayangi nona
Belanda yang lembut, anggun, dan cantik ini. Nona Belanda yang mencintai
Sukanta, sang pribumi rendahan dengan tulus dan setia. Meski mendapat penolakan
keras pada awalnya. Jangan dibayangkan karakter helen sama seperti gambaran
milea dan ukan seperti dilan ini jauh sekali. Sekedar informasi novel ini sudah
jauh duluan hanya perampungan lama mengingat pidi baiq amat detail pada setiap
plot tempat dan situasi sama seperti kondisi tahun 1930-1950 an. Tapi kebaperan
kalau kita baca novel ini sama persis karena quote yang bikin baper parah.
Saya kira hubungan yang terlarang ini akan
berakhir dengan perpisahan gitu aja. Ternyata, takdir menulis cerita roman
Helen - Sukanta dengan begitu indah. Sebelum perang dunia kedua pecah. Dua
sejoli ini berhasil membuktikan pada dunia bahwa mereka bisa bersatu. Menikah,
bahagia, bahkan hingga sang calon bayi akhirnya hadir di tengah-tengah mereka.
Saya salah untuk kedua kali, saya kira
akhir cerita ini akan bahagia. Tapi sayang, ini bukan novel fiksi, yang
ujungnya bisa diatur penulis semaunya sendiri. Tetapi ini kisah nyata. Fakta
bahwa Belanda berhasil dipukul mundur Jepang pada perang memperebutkan
kekuasaan atas Indonesia memisahkan semuanya.
Kenyataan bahwa Belanda harus terusir dari
Negara Indonesia menjadi ujung dari kisah cinta Helen dan Sukanta. Mungkin saat
itu, di tahun 1945 Indonesia meneriakan kemerdekaannya. Pahlawan kita merayakan
kebebasan. Tapi di sisi lain, Helen sang nona Belanda menjerit. Hingga
menyalahkan Tuhan yang menulis takdirnya begitu pahit.
Kehilangan suami tercinta yang tidak
pernah tahu nasibnya, kehilangan calon bayi yang dikandungnya, kehilangan
orangtua yang tak tahu kabarnya.
Hingga halaman terakhir novel ini, saya
masih belum bisa percaya. Oma Helen yang kembali ke Belanda, tidak menikah lagi
hingga akhir hidupnya, setia pada cinta sejatinya untuk Sukanta. Membaca
dialog:
"Sampai sekarang,
tidak pernah ada kabar tentang Ukan?"
"Aku selalu
menunggu"
"Di Belanda, Oma
tidak menikah lagi?"
"Aku setia pada masa
laluku"
-361-
Darah saya berdesir kuat, merinding, tak
terasa saya menangis, cinta sejati itu ternyata benar-benar ada.
Yang
menarik dari novel ini:
1.
Sensasi membaca novel ini rasanya antik klasik-lah, kisah klasik masa sebelum
merdeka yang ditulis dan rilis di zaman sekarang, tetap menyenangkan untuk di
baca.
2.
Lihat cover-nya saja, dimata saya terlihat klasik.
3.
Lewat novel ini, saya seakan diajak mengenal Ciwidey di masa belum merdeka. Keindahan alamanya,
suasananya, sepertinya melekat sampai sekarang. Bukankah begitu banyak tempat
wisata alam yang bisa dikunjungi di daerah tersebut? Sebut saja Kawah Putih
yang sangat eksotis di daerah ini. Cerita yang berlatar belakang Indonesia
sebelum merdeka di daerah Bandung dan diangkat dari kisah nyata seorang wanita
Belanda dan ditulis oleh Pidi Baiq ini sangat menarik. Dengan gaya khasnya Pidi
Baiq yang sudah dikenal dengan karyanya Dilan dan sudah diangkat ke layar
lebar, membuat novel terbaru karya Pidi Baiq ini tetap layak dinikmati.
4.
Saya juga suka, meskipun Helen sangat berpendidikan dan tentu saja didikan
orang Belanda, tapi tidak sombong dan sangat merakyat di zaman itu, bahkan ia
mau belajar bahasa kesehariannya Ukan di kampungnya. Beberapa penggalan kata
dalam bahasa Sunda yang diucapkan Helen membuat percakapannya terasa lucu dan
seru. Ukan juga bisa berbahasa Belanda.
Beberapa quote novel yang diambil dari mbah google tercinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar