Peluang kewirausahaan membutuhkan formulasi kerangka baru (Casson, 1982). Dalam artikel ini mari kita mengajukan pertanyaan: kenapa seseorang dan bukan yang lain, dapat mengetahui dan melihat adanya peluang? Rumus yang dapat kita ajukan adalah kepemilikan orang tersebut akan informasi dan belief yang dapat mengantarkan seseorang untuk berfikir tentang ide-ide inovatif. Karena belief dan kepemilikan informasi tidak sama antara satu orang dengan yang lain maka tidak setiap orang mampu mengenali setiap peluang kewirausahaan yang tersedia (Shane, 2000). Penelitian telah menjelaskan bahwa karakteristik psikologis dan non psikologis dari seseorang mempengaruhi tendensinya untuk mengihat peluang kewirausahaan.
Secara umum, yang menyebabkan seseorang mampu melihat peluang usaha dibandingkan yang tidak adalah pertama mereka memiliki akses yang lebih baik akan informasi tentang keberadaan peluang. Kedua, mereka dapat mengenali peluang lebih baik daripada yang lain, walaupun diberikan sejumlah informasi yang sama tentang hal peluang. Biasanya, hanya orang yang memiliki kemampuan kognitif superior yang memiliki kemampuan tersebut.
Pekerjaan seseorang dapat mengantarkan seseorang untuk menemukan peluang baru. Sebagai contoh, ahli kimia atau fisika lebih dulu dalam menemukan teknologi dibandingkan ahli sejarah karena penelitian memberikan mereka akses pada informasi tentang peluang dimana orang lain tidak mendapatkannya (Freeman, 1982). Diantara tipe-tipe pekerjaan yang menyediakan akses pada informasi, yang paling signifikan adalah Research and Development (Klepper dan Sleeper, 2001). Karena penelitian dan pengembangan menciptakan sebuah informasi baru yang menyebabkan perubahan teknologi, sehingga menjadi sebuah sumber utama dari peluang (Aldrich, 1999) maka orang yang bekerja dalam bidang penelitian dan pengembangan akan lebih cepat mengetahui tentang adanya peluang dan perkembangan teknologi dibandingkan orang lain.
Contoh yang paling dekat dengan kita adalah penemuan VCO oleh dosen MIPA Kimia UGM, Bapak Bambang Prastowo. Beliau adalah seorang peneliti. Beliau menemukan cara untuk mengambil minyak kelapa tanpa ada proses pemanasan. Hasilnya, ternyata minyak tersebut memiliki khasiat yang banyak dan lebih baik. Hasilnya penelitiannya beliau jual dan mendapatkan keuntungan banyak, berikut kisahnya:Semoga Nyiur Tetap Melambai. Begitulah kalimat penutup yang diucap Prof. Drs. Abdul Hamid Bambang Setiaji, M.Sc., Ph.D saat mengakhiri pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar FMIPA UGM, Selasa (21/4/2009). Mengangkat pidato "Manfaat Kimia terapan Pada Pengolahan Kelapa Terpadu Dalam Pengembangan Industri Kecil", dirinya mengungkapkan banyak manfaat yang bisa didapat dari pohon kelapa, karena ia dapat menghasilkan banyak sekali produk, yang kesemuanya bila dikembangkan dapat menjadi industri.
"Dasar dari pengembangan ini adalah karena adanya peran kimia, terutama peran kimia terapan yang memikirkan pengembangan dari suatu produk ke produk yang lain. Misalnya, pembuatan minyak kelapa dengan metoda pancingan berdasar pada perubahan sistem emulsi yang terdapat pada santan, sehingga prinsip dasarnya adalah bagaimana dapat memecah emulsi agar minyak dapat keluar," ungkapnya di Balai Senat UGM. Pria kelahiran Temanggung, 3 Mei 1949 ini mengatakan, dalam ilmu kimia banyak dipelajari bagaimana membuat emulsi dan bagaimana pula memecah emulsi. Dari dasar inilah, kata dia, metode ini menjadi praktis, dan anti oksidan yang ada didalamnya masih utuh sehingga menjadi minyak yang tahan terhadap oksidasi dan dapat awet lebih dari 20 tahun tidak akan tengik.
Bambang juga menjelaskan Industri di tingkat desa perlu dibangun. Pengembangan industri kecil di tingkat desa terutama dilingkup petani akan meningkatkan nilai tambah, apalagi selama ini kelemahan di Indonesia, petani tak diajak untuk menghasilkan barang jadi yang dapat langsung berhubungan dengan konsumen. Salah satu usaha yang telah berkembang yaitu, pemanfaatan pengolahan semua bahan-bahan dari buah kelapa. Petani memproses minyak kelapa dan mengolah sabut serta air kelapa menjadi komoditas pasar baru yang bernilai jual lebih tinggi dengan sentuhan penerapan ilmu kimia.
"Usaha berbasis kelapa ini, dengan tumbuhnya industri produk virgin coconut oil sangat cepat, sehingga banyak orang terlibat didalamnya," katanya. Suami Retno Dwi Astuti lebih lanjut mengungkapkan keberadaan industri di desa akan stabil jika bahan baku yang dibutuhkan terjamin dan pasar selalu menampung produk. Disisi lain, dengan kebutuhan produk berbasis kelapa yang selama ini hanya berupa minyak goreng, beralih ke produk lain yang memiliki nilai lebih, menjadikan petani juga akan serius memelihara pohon. Kondisi itu menyebabkan industri berkembang lebih pesat dengan produksi kelapa dan menjamin ketersediaan bahan baku.
"VCO kita luncurkan pada tahun April 2003 di Santika Hotel mendapat respon masyarakat, yang kemudian booming," kata Bambang Setiaji. Karena proses pembuatan mudah, bahan baku mudah didapat dan dengan harga menarik, produksi VCO banyak ditiru, lebih dari 1000 pabrik VCO di Indonesia dan banyak merk VCO beredar. Dengan booming produksi membuat kualitas dan harga VCO tak terkontrol, yang mengakibatkan kesan seolah VCO tidak lagi baik dan banyak orang mengatakan minum VCO tak mempunyai efek apa-apa.
"Saat pasar turun, deversifikasi produk VCO jadi kosmetik berupa sabun cair, sabun mandi biasa, sabun transparan, sabun arang tempurung kelapa dan lulur dari arang tempurung," papar Bambang. Langkah deversifikasi produk ini juga merambah ke cream, lotion, moizturizer cream, night cream, handbody lotion dan mosquitorepellent. Semua produk itu untuk perawatan kulit. "Terakhir, kita akan launching minyak goreng berasal dari VCO yang kita sebut Healthy Cooking Oil atau HCO dan segera dipasarkan kemasyarakat untuk uji pasar," kata Bambang. Industri berbasis pohon kelapa, memang mengikut sertakan masyarakat banyak. Prosesnya memang harus melewati pemberdayaan masyarakat. Konsekuensinya, bukan dengan membuat pabrik besar dengan rakyat sebagai penonton, tapi membuat model teknologi skala kecil yang dikerjakan petani sebagai industri rumahtangga.
"Ternyata pekerjaan ini tak mudah, karena transfer teknologi kepada orang desa mayoritas berpendidikan rendah. Kedua soal pemasaran dan hasil industri harus dapat segera dijual untuk mendapat uang cepat," katanya. Oleh karena itu, problem teknis yang dihadapi jelas membutuhkan ilmu kimia terapan, sebagai penyelesaian di lapangan. Bagi ilmuan perlu menerapkan teknologi yang sukar dan rumit menjadi sederhana dan mudah diterapkan terutama petani kelapa. Dicontohkan, selain VCO, produk arang tempurung kelapa yang dihasilkan dari pirolisis dapat dimodifikasi menjadi beberapa produk yang memiliki nilai tambah.
"Sesungguhnya kelapa hanyalah salah satu model yang dapat dikembangkan menjadi berbagai produk. Hal ini memberikan pola pikir yang berbeda, karena hingga saat inipun pemerintah masih menghitung nilai produk kelapa hanyalah dari berapa kopra yang dihasilkan. Untuk itu pemerintah perlu untuk melihat parameter pendapatan dari komoditas kelapa. Pun dengan produk pertanian lain banyak yang harus diolah dengan model seperti ini, misalnya kopi, mestinya tidak dijual dalam bentuk biji, demikian juga kakao yang belum diolah apa-apa, jambu mete dan lain-lain," tandas Bambang.
Daftar Pustaka
Sehat Bagus.2009 Tersedia : http://sehatbagus.blogspot.com/2009/04/bambang-setiaji-dikukuhkan-jadi.html . Tangal akses : 23 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar