Minggu, 24 April 2011

Implikasi Belajar Sepanjang Hayat Terhadap Masyarakat


Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat dan memberi kemudahan kepada para perancang pendidikan pada setiap jenjang pendidikan untuk:
1.      Menentukan arah pendidikan.
2.      Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangannya.
3.      Menyiapkan materi pembelajaran yang tepat.
Dalam hubungannya dengan belajar sepanjang hayat, akan dikemukakan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, masa setengah baya dan orang tua, untuk memberikan pengalaman belajar yang sesuai dalam rangka belajar sepanjang hayat. Dengan demikian tugas perkembangan yang harus ditempuh melalui belajar, tidak hanya dimulai dan masa kanak-kanak, tetapi berlanjut sampai masa dewasa dan masa tua. Jelas bahwa belajar berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan sepanjang kehidupan seseorang.Dalam perspektif islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi SAW ratusan tahun yang silam, dengan sabdanya:“Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke hang lahat (al-hadits)”.14 Selain itu dipahami bahwa belajar itu sepanjang hayat, dijelaskan pula bahwa belajar adalah suatu kewajiban, sebagaimana sabdanya pula: “Mencari ilmu pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim (H.R.Abdi’I Barr)”.15
Dengan memperhatikan kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan secara umum, gerakan belajar sepanjang hayat itu baru dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year). Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya yang beijudul An Introduction to life Long Education.
Muncul dan berkembangnya konsep belajar sepanjang hayat tersebut menunjukkan bahwa pengalaman belajar tidak pernah berhenti selama manusia itu sadar dan berinteraksi dengan lingkungannya.17 Belajar sepanjang hayat sebagai asas baru, kesadaran baru, harapan baru, membawa implikasi kepada pentingya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru kapanpun dan dimanapun. Dari gagasan-gagasan baik melahui pendekatan keagamaan, maupun yang bersifat umum, dapat dipahami bahwa hakekatnya belajar itu tiada hentinya, terutama bagi orang dewasa dan orang tua agar mereka dapat mengikuti perkembangan zaman serta penemuan-penemuan baru di bidang pengetahuan dan teknologi.
Pertanyaan ialah bagaimana memberikan kesadaran kepada mereka tentang pentingnya belajar sepanjang hayat ini. Untuk memecahkan persoalan ini, antara lain Arden N Frandsen seperti dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengemukakan tentang hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah:
1.      Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas
2.      Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
3.      Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.18
Memperhatikan situasi belajar bagi orang dewasa tersebut, maka salah satu teori belajar klasik, yaitu teori psikologi belajar naturalistic atau aktualisasi diri, teori ini berpangkal dari psikologi naturalistic romantic yang dipelopori Rousseau. Menurut teori ini belajar itu sebaiknya dilakukan secara wajar di alam bebas, bisa diterapkan pada pendidikan luar sekolah, terutama untuk belajar seumur hidup.
Di masyarakat pada umumnya kelompok yang amat membutuhkan layanan belajar sepanjang hayat adalah remaja yang putus sekolah dan orang dewasa atau orang tua yang ingin meningkatkan kehidupanya. Karena itu di tinjau dan aspek signifakasi dan relevansi konsep belajar sepanjang hayat dalam hubungannya dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang ada dalam masyarakat.
Maka konsep ini merupakan wahana yang tepat dan tangguh untuk memacu kehidupan masyarakat, kalau dengan salah satu cara dapat diusahakan :
1.      Bahwa sebagian besar remaja dan orang dewasa dan orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar mendapatkan pelayanan belajar yang memadai dan relevan dengan kebutuhan mereka sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
2.       Bahwa program-program belajar seperti ini benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan
3.      Bahwa masyarakat remaja, orang dewasa serta orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar terangsang untuk mengikuti program-program belajar sepanjang hayat ini.
Belajar sepanjang hayat akan berrnanfaat apabila mendapatkan respon positif dari individu atau warga masyarakat yang memiliki kemauan dan kegemaran untuk belajar secara terus menerus, sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing individu warga belajamya. Dengan demikian konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi di dalam masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar