Minggu, 29 Maret 2020

PERALATAN TEMPUR KETIKA KELUAR DI MASA SOCIAL DISTANCING

Per tanggal 16 Maret 2020 pemerintah menghimbau untuk kita melakukan social distancing yang sepertinya tak perlu lah dijelaskan pengertian dan konsep semacam kuliah online wkwkwkwk. Himbauan yang bertujuan untuk beraktivitas di rumah demi mencegah dan memutus rantai penyebaran virus Corona (COVID-19). 

Ada kalanya ketika harus keluar demi sekedar beli bahan logistik rumah terutama makan karena asupan perut tidak bisa di lockdown konon kabarnya dan memang begitu. Berdasarkan pengalaman dua minggu saya keluar dalam jangka jarak dekat seperti rumah tante (karena depan rumah) demi menjaga silahturahmi serta berinteraksi selain dengan bapak suami (selama pacaran dan menikah rekor sekali untuk kami karena tidak pernah sampai 10 hari lebih bersama 24 jam karena ya kami adalah pasangan yang selalu berinteraksi dengan orang lain dan main keluar), belanja besar ke supermarket andalah ya Yogya Cimahi itu dilakukan seminggu sekali karena diriku tak bisa beli gila-gilaan mengingat pemasukan lumayan tidak sebanding dengan pengeluaran (setuju dong ya kalau selama diam dirumah pengeluaran jauh lebih besar) lalu bila kurang ku mengandalkan  warung sayur deket rumah seperti beli sayur dan lauk segar.

Kalau pergi ke Yogya ini deretan perlengkapan tempur ya tempur karena kita perlu menjaga diri sendiri agar selalu alright tentunya.


doc pribadi

Itulah deretan peralatan tempur yang ku bawa dalam tottebag terdiri dari
1. Masker 
2, Cairan disinfekta hasil bikin sendiri dari rebusan daun sirih, ini sebenernya banyak direferensi buat handsanitizer alami tapi kufungsikan untuk disinfekta darurat ketika keluar rumah
3. Handsanitize buatan sang sepupu Isma dan Iin
4. Tisu basah
5. Tisu kering
6. Air minum demi menjaga agar tidak dehidrasi 
7. Payung 
8. Aneka tote bag demi mengurangi penggunaan kresek 
9. Permen
10. Pouch yang di dalam berisi dompet duit dan dompet atm (ketahuilah semua dipersembahkan dari souvenir nikahan semua)
11. Catatan belanja agar mengurangi membeli yang tidak sesuai kebutuhan (walau suka ada khilafnya dengan beralasan ini kayanya butuh buat dirumah)
12. Hape tentunya biar tetap jadi anak online dan membuang kuota dengan benar mengingat diam dirumah pakainya wifi aja
Sebenernya peralatan-peralatan diatas bukan hanya ketika masa distancing saja kubawa karena sesungguhnya ketika ku pergi selalu bawa sebagain besar barang-barang diatas sampai disebut loba gegembol kalau istilah sunda, gatal aja gitu kalau cuma bawa dompet sama hape aja.

Dan ini penampakan ketika mau berangkat yang entah mengapa kadang masih suka dilihat aneh aja sama orang. Karena ku menyadari tubuhku amat ringkih dan punya imun kurang baik rentan sama penularan jadi lebih baik mencegah dan membatasi diri dalam kerumunan. 

PS : Iya tau ini yang dipakai masker kain karena masker yang dipunya amat terbatas dan belum urgen secara kesehatan jadi pakai yang bisa dicuci ulang. Karena ku keluar ketika merasa imun dalam kondisi kuat dan tidak memaksakan diri ketika merasa kurang sehat. Alhamdulillah tahun kemarin memutuskan keluar dari pekerjaan inti (panjang lah kalau diceritakan mungkin nanti kalau mau) dan pekerjaan banyak bersifat online sekalipun offline tidak sebanyak hari ketika dahulu itupun WFH jadi memang tidak ada aktivitas selain belanja yang harus memaksa diri untuk keluar. Nongkrong kan sedang tidak diperbolehkan dalam situasi sekarang ya kannnn.

doc pribadi

Hikmah yang amat disadari setelah kejadian ini jadi lebih banyak quality time dengan keluarga karena situasi sekarang membuktikan tempat terbaik adalah rumah dan keluarga. Terutama akhirnya kita bisa untuk menjalankan pola hidup sehat secara tidak langsung baik secara interaksi dan pola makan kita. Semoga situasi segera membaik dan virus-virus segera hilang agar bisa bercengkrama dalam interaksi sosial tanpa perlu membatasi diri dengan segala proteksi dan menjalankan Ramadhan seperti biasa sekalipun sudah ada himbauan untuk dilarang mudik huhuhu. Berikutnya akan kutuliskan saran menu selama masa social distancing bagi yang sudah mulai pusing mau masak apa lagi (doakan ga mager dan ga kebanyakan gabut hahahahahaha)

"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa."
-SOEKARNO-


Minggu, 15 Maret 2020

REVIEW NOVEL HELEN DAN SUKANTA




Judul Buku : Helen dan Sukanta
Penulis : Pidi Baiq
Penyunting naskah :Fuad J
Ilustrasi buku : Pidi Baiq
Desain buku : M Kurnia FN
Proofreader : Febti Sribagusdadi R
Setter : The Panasdalam Desain
Cetakan pertama Oktober 2019
ISBN : 978-623-92083-0-1
Penerbit : The Panasdalam Publishing
Distribusi : Mizan Media Utama



BLURB :

Di restoran Indonesia Lachende Javaan, Haarle, Belanda, tahun 2000, Nyonya Helen bercerita kepada saya tentang masa lalunya selama dia tinggal di Hindia Belanda, yang kini bernama Indonesia.

"Saya lahir dan tumbuh di Ciwidey. Masa remaja saya, saya habiskan di Bandung, sampai kemudian Jepang datang pada tahun 1942 dan mengubah semuanya."

Nyonya Helen kemudian menceritakan juga kisah asmara yang dia jalin bersama Sukanta, seorang pribumi. "Firasat saya benar, saya menyukai Sukanta. Itulah yang saya rasakan.

Harus ada yang mengerti bagaimana Nyonya Helen merasakan semua kenangannya. Tidak ada yang tahu sudah berapa banyak rindu menguasai dirinya sejak dia mengucapkan selamat tinggal kepada Indonesia.

" Nah, sekarang, diamlah. Ini cerita saya, dan semua benar-benar terjadi."


SINOPSIS

Lihat dari judulnya, kita sudah bisa menebak bahwa ini tentang roman apalagi ketika membaca blurbnya.  Kisah tentang  dua insan manusia berbeda bangsa dan kasta yaitu Helen dan Sukanta. Walaupun latar ceritanya di masa Indonesia sebelum merdeka. Tenang saja, ini bukan kisah klasik kasih tak sampai, seperti umumnya roman angkatan 1920, 1930 dll. Hanya saja ceritanya berbeda dengan gaya penulisan khas dari pidi baiq.

Helen Maria Eleonora, lahir awal tahun 1924 di Kawasan Tjiwidei (Ciwidey). Seorang keturunan Belanda, namun mencintai Indonesia. Suatu hari, keponakan dari salah satu pegawai Papa-nya berada di rumahnya untuk membantu pamannya. Tak disangka, setelah saling mengamati, lama-lama Helen berteman dengan Sukanta, seorang pribumi yang biasa dipanggil Ukan. Pertemanan yang awalnya biasa saja. Namun suatu hari saudara Papanya yang berkunjung dan sempat tinggal di rumah Helen, tidak menyukai kehadiran Ukan. Papanya Helen pun terpengaruh dan berusaha memisahkan Helen dengan Ukan.

Ukan berhasil disingkirkan dari kampung dan tidak pernah terdengar kabarnya lagi. Helen tentu saja sangat bersedih. Hingga akhirnya memutuskan untuk pindah sekolah ke Bandung ditemani dengan pegawai setianya yang sejak kecil telah mengurusnya, Siti. Tidak lama setelah Ukan menghilang dari kampungnya, ibunya Ukan meninggal. Helen sangat bersedih. Di Bandung, dia punya teman baru. Bahkan ada beberapa teman pria Belanda yang menyukainya, pernah dekat. Bahkan saat itu ada seseorang yang sangat menyukai Helen datang ke rumahnya, namun dari balik semak  ada seseorang yang mengawasi mereka. Ternyata dia adalah Ukan. Sejak saat itu, Helen dan Ukan seolah tak terpisahkan. Papa dan Mamanya Helen pun merestui hubungan Helen dan Ukan, dan juga hadir di pernikahan anak semata wayangnya. Pernikahan yang sederhana, namun mereka sangat bahagia.

Sayangnya, tak lama setelah mereka menikah, sebuah peristiwa besar di mana  Jepang datang menguasai Indonesia, membuat  banyak warga negara Belanda yang dipulangkan, termasuk Helen. Saat itu, Helen sedang mengandung anak pertamanya. Akankah Helen dan Ukan bisa bertemu kembali? Apakah Ukan pernah mencari Helen? Bagaimana nasib kandungan Helen? Akankah Helen bisa melupakan Ukan setelah berpisah benua? Bagaimana akhir kisah Helen dan Ukan?


PENDAPAT SECARA UMUM

Cinta Helen dan Sukanta, terasa sangat manis. Meski ditimpa kenyataan pahit bahwa noni Belanda 'dilarang' berhubungan dengan pribumi. Bahkan saking manisnya, saya tidak merasa bahwa saat itu orang-orang Belanda begitu menyebalkan, karena menganggap rendah bangsa kita. Menjadikan orang pribumi babu di rumahnya sendiri.

Helen menjadikan saya menyayangi nona Belanda yang lembut, anggun, dan cantik ini. Nona Belanda yang mencintai Sukanta, sang pribumi rendahan dengan tulus dan setia. Meski mendapat penolakan keras pada awalnya. Jangan dibayangkan karakter helen sama seperti gambaran milea dan ukan seperti dilan ini jauh sekali. Sekedar informasi novel ini sudah jauh duluan hanya perampungan lama mengingat pidi baiq amat detail pada setiap plot tempat dan situasi sama seperti kondisi tahun 1930-1950 an. Tapi kebaperan kalau kita baca novel ini sama persis karena quote yang bikin baper parah.

Saya kira hubungan yang terlarang ini akan berakhir dengan perpisahan gitu aja. Ternyata, takdir menulis cerita roman Helen - Sukanta dengan begitu indah. Sebelum perang dunia kedua pecah. Dua sejoli ini berhasil membuktikan pada dunia bahwa mereka bisa bersatu. Menikah, bahagia, bahkan hingga sang calon bayi akhirnya hadir di tengah-tengah mereka.

Saya salah untuk kedua kali, saya kira akhir cerita ini akan bahagia. Tapi sayang, ini bukan novel fiksi, yang ujungnya bisa diatur penulis semaunya sendiri. Tetapi ini kisah nyata. Fakta bahwa Belanda berhasil dipukul mundur Jepang pada perang memperebutkan kekuasaan atas Indonesia memisahkan semuanya.

Kenyataan bahwa Belanda harus terusir dari Negara Indonesia menjadi ujung dari kisah cinta Helen dan Sukanta. Mungkin saat itu, di tahun 1945 Indonesia meneriakan kemerdekaannya. Pahlawan kita merayakan kebebasan. Tapi di sisi lain, Helen sang nona Belanda menjerit. Hingga menyalahkan Tuhan yang menulis takdirnya begitu pahit.

Kehilangan suami tercinta yang tidak pernah tahu nasibnya, kehilangan calon bayi yang dikandungnya, kehilangan orangtua yang tak tahu kabarnya.

Hingga halaman terakhir novel ini, saya masih belum bisa percaya. Oma Helen yang kembali ke Belanda, tidak menikah lagi hingga akhir hidupnya, setia pada cinta sejatinya untuk Sukanta. Membaca dialog:

"Sampai sekarang, tidak pernah ada kabar tentang Ukan?"
"Aku selalu menunggu"
"Di Belanda, Oma tidak menikah lagi?"
"Aku setia pada masa laluku"
-361-

Darah saya berdesir kuat, merinding, tak terasa saya menangis, cinta sejati itu ternyata benar-benar ada.

Yang menarik dari novel ini:

1. Sensasi membaca novel ini rasanya antik klasik-lah, kisah klasik masa sebelum merdeka yang ditulis dan rilis di zaman sekarang, tetap menyenangkan untuk di baca.
2. Lihat cover-nya saja, dimata saya terlihat klasik.
3. Lewat novel ini, saya seakan diajak mengenal Ciwidey di masa  belum merdeka. Keindahan alamanya, suasananya, sepertinya melekat sampai sekarang. Bukankah begitu banyak tempat wisata alam yang bisa dikunjungi di daerah tersebut? Sebut saja Kawah Putih yang sangat eksotis di daerah ini. Cerita yang berlatar belakang Indonesia sebelum merdeka di daerah Bandung dan diangkat dari kisah nyata seorang wanita Belanda dan ditulis oleh Pidi Baiq ini sangat menarik. Dengan gaya khasnya Pidi Baiq yang sudah dikenal dengan karyanya Dilan dan sudah diangkat ke layar lebar, membuat novel terbaru karya Pidi Baiq ini tetap layak dinikmati.
4. Saya juga suka, meskipun Helen sangat berpendidikan dan tentu saja didikan orang Belanda, tapi tidak sombong dan sangat merakyat di zaman itu, bahkan ia mau belajar bahasa kesehariannya Ukan di kampungnya. Beberapa penggalan kata dalam bahasa Sunda yang diucapkan Helen membuat percakapannya terasa lucu dan seru. Ukan juga bisa berbahasa Belanda.

Beberapa quote novel yang diambil dari mbah google tercinta