Minggu, 26 Februari 2017

PEJUANG PEMBANGUN INSAN CENDIKIA part 1


Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Pembangun insan cendikia


Ada yang ingat dengan lirik lagu diatas?
Mungkin ada yang aneh dengan lirik terakhir ya terjadi perubahan pada bait terakhir, hal ini didukung oleh Perubahan lirik lagu Hymne Guru pada kalimat terakhir telah disepakati dan ditandatangani pada tanggal 27 November 2007, disaksikan oleh Dirjen PMPTK Depdiknas dan ketua pengurus besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Hal itu juga diperkuat dengan surat edaran PGRI Nomor 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007. 

Perubahan itu dilakukan karena kalimat 'tanpa tanda jasa' terkesan mengurangi pentingnya profesi guru. Padahal peran guru sangat besar sekali sehingga lirik tersebut diganti dengan 'pembangun insan cendekia' yang membuat profesi guru terangkat dan mulia.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sumarna Surapranata mengatakan lirik Hymne Guru berubah sejak tahun 2006. Namun rupanya masih banyak orang lupa atau bahkan belum mengetahui perubahan itu.

Tapi tulisan ini bukan untuk bahas lagu dan gubahan lagunya, bila kurang info silahkan cek artikel terkait dari mbah google tercintahhh walaupun masih banyak yang tidak tahu akan gubahan ini



Menjadi seorang pendidik atau biasa disebut guru merupakan cita-cita SD yang terkabulkan, sangat ingat pada memory dimana setiap guru akan bertanya cita2 apa yang diinginkan oleh murid dan selalu saya jawab "Guru". Kalau dilihat secara jurusan yang diambil kuliah bukan yang seharusnya mengajar di sekolah karena jurusan (sekarang departemen) adalah pendidikan luar sekolah ya walaupun memang bergelar S.Pd, tugasnya memang mendidik tapi pada ranah Pendidika Non Formal. Bukan berarti tidak bisa mendidik untuk ranah pendidikan formal karena basic pedagogik sudah dibelajarkan masa kuliah, untuk mengajar mata pelajaran tinggal mau menyesuaikan diri dengan kurikulum.

Lalu mengapa pada akhirnya pada saat ini seorang Simiati Nurwakhidin memutuskan untuk menjadi guru? Setelah wisuda ada kondisi dimana perlu mentranfer ilmu dan bersosialisasi dengan kebanyakan orang agar ilmu dan wawasan yang dimiliki makin berkembang, disamping memang sudah aktif di Bisnis juga. Kebetulah di hari itu lagi gogoleran di kasur dan otak atik hape lalu muncullah info lowongann ngajar setelah menimbang, mengingat dan seterusnya (duh bahasanya macam berita pengesahan aja cyn) akhirnya kuberanikan diri untuk melamar menjadi guru singkat cerita diterima dan menjadi guru mata pelajaran Sejarah dan Prakarya dan Kewirausahaan. Dan perlu menjadi catatan bahwa saat ini mengacu pada kurikulum 2013 atau disebut saat ini kurikulum nasional.

Menjadi guru itu terkadang tiba bisa modal nekat dan macam tentara perang siap tempur, ada hal yang perlu dipersiapkan seperti administrasi guru. Bisa aja sistem rapel atau pas kepepet (udah ditagih sekolah) dalam menyiapkan administrasi guru tapi perlu berstruktur dalam menyampaikan ilmu. Apalagi modelnya saya yang bahkan tidak pernah mengecap mengajar formal tentu disamping menyampaikan ilmu perlu juga saya belajar. Kadang suka ada kekhawatiran apabila ilmu yang disampaikan tidak sesuai dengan kurikulum, membuat murid paham atau murid ga tau apa yang disampaikan saya.

Sudah satu bulan ini saya mencoba menjadi sahabat dengan Kalender Pendidikan, Silabus, RPP, Administrasi Guru. Apalagi ketika membuat RPP, memang tidak dipungkiri kita suka mencari di mbah google dan copas edit tapi pada realitanya perlu penyesuaian dengan keadaan kelas yang kita ajar. Untuk silabus pada kurikulum 2013 tidak seperti KTSP yang membuat sendiri tapi sudah dipersiapkan oleh Kemendikbud. Point penting dari mengajar menurut sudut pandang saya yaitu penguasaan kelas, posisi sekarang saya mengajar di SMK Swasta ya bisa dibayangkan keunikannnya terutama kalau kita guru mata pelajaran wajib suka dipandang sebelah mata ketimbang guru produktif mereka. Bukan salah murid tapi PR sebagai pendidik agar murid mau koperatif dan ikut dengan kita, solusi yang saya buat yaitu membuat aturan main yang harus dimulai dari kita yang menjadi teladan, misal menyuruh murid untuk tepat waktu maka sebagai pendidik datanglah pada waktunya dan keluar saat jam berakhir. 

Hal yang sering dihadapi pendidik yaitu kaku dengan rencana, kita memang tidak boleh mengikuti arus keinginan murid tapi ada masa dimana ketika murid jenuh dengan cara kita mengajar maka belajarlah untuk berinovasi metode tanpa mengubah kurikulum dan materi yang ingin disampaikan. Terutama karakter anak sekarang tidak sama dengan masa dulu anak sekolah, sekarang mana ada anak urban yang tidak bisa lepas dari gadget.

Sekian cerita pembuka kali ini akan dilanjutkan pada part berikutnya setelah menerima hasil UTS hihihi